[unsoed.ac.id, Sen, 23/12/24] Bagi Agung Benta Febria Nuryanto, budaya dan bahasa adalah dua sisi dari koin yang sama, keduanya mampu menyatukan perbedaan dan membangun hubungan antarbangsa. Sebagai seorang dosen dari Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Jenderal Soedirman, ia mendapat kehormatan untuk menjalankan misi diplomasi budaya dan kebahasaan di Thailand, sebuah perjalanan yang tidak hanya memperkenalkan Indonesia tetapi juga meninggalkan kesan mendalam bagi masyarakat setempat.
Diundang oleh KBRI Bangkok dan Pusat Penguatan dan Pemberdayaan Bahasa, Kemendikbud, Agung tiba di Thailand pada Oktober 2024. Selama tiga bulan, ia berbagi pengetahuan tentang Bahasa Indonesia dan budaya Nusantara, menjalin hubungan hangat dengan masyarakat Thailand melalui kelas-kelas dan kegiatan budaya yang penuh makna.
Bahasa sebagai Jembatan Antarbudaya
“Bahasa adalah pintu pertama yang menghubungkan dua bangsa. Namun, budaya adalah ruang tempat kita benar-benar bertemu dan memahami satu sama lain,” kata Agung sambil tersenyum ketika berbicara tentang perannya sebagai pengajar BIPA (Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing). Di Naresuan University, Phitsanulok, Dosen FIB Unsoed ini mengajar di Eastern Language Program, Faculty of Humanities. Ia bertemu dengan mahasiswa yang begitu antusias mendalami bahasa Indonesia. Tapi, bagi Dosen yang lahir dan besar di Banjarnegara ini, mengajar bukan sekadar menyampaikan materi. Ia menjadikan kelasnya sebagai ruang untuk mempertemukan dua budaya besar Asia Tenggara.
Bersama para dosen lokal dan mahasiswa program Bahasa Indonesia, Agung menciptakan suasana belajar yang hidup dan penuh kolaborasi. Misi utamanya melampaui ruang kelas, ia membawa Indonesia ke dalam hati mahasiswa dan masyarakat melalui seni dan budaya.
Angklung: Nada-Nada Persahabatan
Salah satu momen yang paling berkesan terjadi pada Sabtu, 21 Desember 2024. Salah satu sorotan kegiatan Agung adalah memperkenalkan angklung, alat musik tradisional khas Sunda yang telah diakui UNESCO sebagai warisan budaya dunia. Kegiatan ini melibatkan kolaborasi antara dosen bahasa Indonesia di Naresuan University dan mahasiswa program Bahasa Indonesia. Masyarakat yang hadir tidak hanya menyaksikan, tetapi juga diajak memainkan angklung bersama, menciptakan harmoni yang menyentuh hati. Sekitar 70 orang warga bersemangat hadir dalam kegiatan ini.
“Saya melihat mata mereka berbinar ketika mendengar harmoni angklung untuk pertama kalinya. Mereka bukan hanya sebagai penonton, tetapi juga menjadi pemain Angklung,” ujar Agung penuh haru. Masyarakat yang hadir tak hanya menikmati musik, tetapi juga ikut belajar memainkannya. Bahkan, masyarakat berharap kegiatan seperti ini dapat diadakan secara rutin.
Bagi Agung, angklung bukan hanya alat musik. Ia adalah simbol kerukunan, kerja sama, dan keindahan yang sederhana namun memikat. Dalam momen itu, batas budaya mencair, dan yang tersisa hanyalah rasa kebersamaan.
Menanam Benih Cinta pada Indonesia
Keberhasilan acara tersebut membawa dampak besar. Selain mempromosikan angklung, kegiatan ini juga menarik perhatian mahasiswa Thailand untuk lebih mengenal Indonesia. Banyak dari mereka yang tertarik mengikuti kelas Bahasa Indonesia. Agung percaya bahwa inilah kekuatan dari diplomasi budaya: membangun rasa ingin tahu yang berujung pada hubungan yang lebih dalam.
Indonesia dan Thailand memiliki banyak kesamaan budaya, termasuk dalam musik tradisional. Hal ini menjadi landasan yang kokoh untuk membangun kerja sama lebih lanjut. “Budaya kita adalah aset besar. Dengan saling mengenal, kita dapat membuka peluang kolaborasi yang lebih luas, baik di bidang pendidikan maupun sektor lainnya,” jelas Agung.
Menyemai Masa Depan Diplomasi Bahasa dan Budaya
Diplomasi budaya yang dilakukan Dosen FIB Unsoed ini bukan hanya tentang mengenalkan Indonesia, tetapi juga tentang membuka pintu-pintu baru. Dengan semakin banyaknya mahasiswa Thailand yang tertarik pada Bahasa Indonesia, peluang untuk memperkuat hubungan antaruniversitas dan antarbangsa menjadi semakin nyata.
Sebagai diplomat yang berkewajiban untuk mengenalkan dan memperkuat bahasa Indonesia, Agung berharap bahwa inisiatif ini akan mempermudah komunikasi antarbangsa dan mendorong lebih banyak mahasiswa Thailand untuk mengunjungi Indonesia. Melalui program kerja sama, baik di tingkat universitas maupun nasional, hubungan Indonesia-Thailand akan semakin erat.
Harmoni yang Menginspirasi
Perjalanan Agung sebagai Dosen FIB Unsoed dan pengajar BIPA di Thailand adalah bukti nyata bahwa diplomasi bahasa dan budaya memiliki kekuatan yang luar biasa. Dari kelas Bahasa Indonesia hingga harmoni angklung yang menggema di Phitsanulok, ia telah menunjukkan bagaimana budaya bisa menjadi jembatan yang menghubungkan dua bangsa.
Cerita ini mengingatkan kita bahwa diplomasi tidak selalu harus dilakukan di meja konferensi. Terkadang, diplomasi paling berkesan justru terjadi di ruang kelas, diiringi musik angklung, dan disambut dengan senyum hangat masyarakat.
#unsoedmajuterus
#merdekamajumendunia