Inovasi tidak selalu lahir dari pabrik besar atau laboratorium megah. Di tangan dosen Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED), alat sederhana justru mampu mengubah limbah menjadi sumber penghasilan yang ramah lingkungan. Lewat penelitiannya, dosen UNSOED berhasil menciptakan alat ekstraksi pewarna dari bahan alam yang memberi dampak positif bagi masyarakat.
Ide awal pembuatan alat ekstraksi pewarna alami dua sistem ini berasal dari Ari Asnani, M.Sc., Ph.D., dosen sekaligus peneliti di Jurusan Kimia, Fakultas MIPA UNSOED. Perjalanan pendidikannya membentang dari Universitas Indonesia (S1), University of the Philippines at Los Banos (S2), hingga meraih gelar Ph.D. di University of Guelph, Kanada, pada tahun 2007.
Dia sangat aktif dalam publikasi ilmiah serta mendukung kualitas akademik UNSOED lewat kontribusinya terhadap artikel bereputasi internasional dan pengabdian kepada masyarakat. Sebagai ahli biokimia, ia dikenal melalui berbagai penelitian mengenai senyawa bioaktif, aktivitas antimikroba dan antibiofilm, serta aplikasi teknologi tepat guna, salah satunya adalah inovasi alat ekstraksi pewarna alami.
Solusi yang Inovatif
Lewat penelitian yang dilakukan bersama tim, ia ingin menciptakan alat yang dapat membantu mengatasi permasalahan warga, khususnya di Bobosan, Banyumas. Kepakarannya dalam bidang biokimia, khususnya dalam eksplorasi senyawa bioaktif terbukti memiliki potensi besar untuk pengembangan riset terapan.
Masalah utama yang ingin diselesaikan Ari adalah efisiensi waktu dan biaya dalam proses pembuatan pewarna alami. Sebelum menggunakan alat ini, proses ekstraksi memakan waktu hingga empat hari, dimulai dari perendaman bahan dengan air, dilanjutkan perebusan hingga volume air menyusut 65 persen. Proses ini membutuhkan waktu lama dan biaya tinggi akibat penggunaan gas. Selain itu, penyaringan secara manual juga cukup memakan waktu.
“Sebelum mengenal produk ekstraksi dari Ibu Ari, pembuatan pewarna masih dilakukan secara manual dan memakan waktu lama. Setelah ada alat ekstraksi dua sistem ini, bahan yang akan diwarnai tinggal dicelupkan ke dalam pewarna yang sudah jadi, dan dalam waktu dua jam hasilnya sudah terlihat,” ujar Suciatin, warga Bobosan, Purwokerto.
Suciatin merupakan pengelola Bank Sampah Srayan Makarya, salah satu mitra yang memanfaatkan inovasi Ari Asnani. Keterlibatan Ari dalam pengembangan alat ini tidak lepas dari kedekatannya dengan komunitas penggiat lingkungan. Hubungannya dengan Suciatin dan komunitas tersebut telah terjalin sejak 2020, bermula dari ketertarikan bersama terhadap produk-produk ramah lingkungan.
Kolaborasi yang Berdampak
“Saya sering mengunggah kegiatan Bank Sampah dan juga punya produk eco-print yang memang cocok dengan penelitian Bu Ari tentang pewarna alami,” ujar Suciatin. Komunikasi yang telah lama terjalin ini akhirnya menguatkan kolaborasi. Pada 2023, keduanya mulai merintis kerja sama formal dan menandatangani nota kesepahaman (MoU) pada 2024.
Suciatin menyampaikan bahwa dirinya sangat terbantu dengan penemuan alat ekstraksi dua sistem ini. Sebelumnya, ia kerap kewalahan ketika menerima pesanan karena tidak mampu memproduksi secara cepat. Kini, produksi menjadi lebih efisien sehingga jumlah produk yang dihasilkan pun meningkat.
Alat ekstraksi dua sistem ini telah resmi memperoleh hak cipta pada 2024 sebagai bentuk pengakuan atas inovasi yang dilakukan. Efektivitas alat ini telah disosialisasikan melalui berbagai forum, mulai dari konferensi ilmiah hingga pertemuan komunitas penggiat pewarna alami.
Ke depannya, setelah proses produksi pewarna alami mencapai standar yang lebih stabil dan konsisten, langkah hilirisasi akan mulai dilakukan agar produk ini dapat diproduksi dan dimanfaatkan secara lebih luas oleh masyarakat maupun industri.