[unsoed.ac.id, Sen, 01/12/2025] Lonjakan jumlah surat suara tidak sah dalam Pilkada Pemalang 2024 menjadi sorotan dalam seminar yang digelar Laboratorium Ilmu Politik FISIP Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED), Rabu 26 November 2025. Seminar bertema “Kajian Surat Suara Tidak Sah dalam Pilkada: Pola, Penyebab, dan Tantangan” itu berlangsung di ruang J101 dan dipandu dosen Ilmu Politik, Titis Perdani.
Ketua KPU Kabupaten Pemalang, Agus Setiyanto, memaparkan bahwa Pilkada 2024 mencatat 44.586 surat suara tidak sah, melonjak tajam dibanding Pilkada 2020. Menurutnya, sebagian besar ketidaksahan dipengaruhi pola berulang yang teridentifikasi petugas, seperti surat suara yang tercoblos pada semua pasangan calon, tidak memiliki tanda coblos, atau mengalami kerusakan fisik terutama robek. Ia menambahkan, masih ada pemilih yang belum memahami bahwa surat suara rusak dapat ditukar sebelum digunakan.
Sekretaris KPU Pemalang, Benny Nugraha, menegaskan bahwa ketidaksahan tidak sepenuhnya disebabkan kesalahan pemilih. Ia menyebut adanya faktor teknis, seperti kertas surat suara yang mudah sobek saat dibuka atau hasil pelipatan yang kurang rapi maupun kerusakan saat proses distribusinya. Namun demikian, ia mengakui ada pula kesalahan yang muncul dari pemilih, seperti coblosan yang meleset dari kolom pasangan calon atau dilakukan di area luar kolom.
Dari sisi akademik, Ahmad Sabiq, Kepala Laboratorium Ilmu Politik FISIP UNSOED, Kepala Laboratorium Ilmu Politik FISIP UNSOED, memaparkan bahwa pola kesalahan paling dominan adalah surat suara tercoblos pada semua pasangan calon, disusul tanpa tanda coblos sama sekali. Pola-pola ini, ujarnya, menunjukkan indikasi kuat adanya kesengajaan pemilih dalam membuat suaranya tidak sah. Sabiq kemudian membawa persoalan ini ke perspektif internasional, merujuk pada sejumlah kasus di negara lain. Ia menyinggung butterfly ballot dalam Pemilu Amerika Serikat 2000 yang menyebabkan kebingungan massal pemilih, serta lonjakan surat suara tidak sah dalam Pemilu Prancis 2017 yang sebagian besar merupakan suara protes. “Di banyak negara, suara tidak sah merupakan sinyal politik. Ia bisa muncul karena desain surat suara yang membingungkan, tetapi juga karena ketidakpuasan pemilih,” ujarnya
Diskusi berlangsung hidup. Para peserta banyak menyoroti hubungan antara desain surat suara, tingkat literasi politik, hingga perilaku protes dalam pemilu lokal. Narasumber sepakat bahwa masalah surat suara tidak sah harus ditangani dari berbagai sisi—mulai dari teknis, edukatif, hingga politis. Laboratorium Ilmu Politik menutup seminar dengan sejumlah rekomendasi bagi penyelenggara pemilu, termasuk peningkatan edukasi pemilih, pembenahan prosedur pelipatan dan distribusi surat suara, serta penguatan dokumentasi kasus surat suara tidak sah untuk bahan evaluasi ke depan. Seminar berakhir dengan penekanan bahwa tingginya surat suara tidak sah bukan hanya persoalan teknis pemilu, melainkan refleksi kualitas demokrasi lokal yang perlu terus diperbaiki.
#unsoed1963 #unsoedberdampak
