Akademik, Berita

Mengkaji Warisan Nusantara Dalam Talkshow Ikonografi Mahastupa Borobudur

[unsoed.ac.id, Rab, 19/02/25] Pusat Riset Budaya, Kearifan Lokal, dan Agama LPPM Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) bersama Prajnaparamita Bhuvana Smrti sukses menggelar talk show bertajuk “Ikonografi Mahastupa Borobudur” di Gedung LPPM Unsoed, Minggu (16/02/2025). Acara ini dihadiri lebih dari 200 peserta dari berbagai komunitas dan organisasi keagamaan, akademisi, serta mahasiswa yang antusias mendalami sejarah dan filosofi Candi Borobudur.

Acara diawali dengan mengumandangkan lagu Indonesia Raya, diikuti oleh pertunjukan Tari Rumeksa oleh Stella Hana Ujwala dari Vihara Vajra Bumi Dharmaloka Desa Kedupang. Ketua panitia, Franciska Hartono, dalam sambutannya menyatakan bahwa pendalaman materi mengenai Candi Borobudur akan menambah kebanggaan terhadap warisan budaya serta memperkokoh kerukunan antarumat beragama.

Talk show ini menghadirkan dua narasumber ahli, yakni Hariadi, S.Sos., M.A., Ph.D., dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Unsoed, serta Romo Drs. Handaka Vijjananda, Apt., pendiri Ehipassiko Foundation, penerjemah Kitab Suci Tipitaka Pali dan Sansekerta serta penulis dan penyunting lebih dari 400 buku Dharma. Acara dipandu oleh Sendy Noviko, S.Sos., M.PA., dosen FISIP Unsoed.

Sebagai persembahan pembuka talkshow, Sendy membacakan sebuah puisi berjudul Borobudur karya Nasruddin Anshoriy Ch (Gus Nas). Suara merdu Sendy dan bait-bait yang dibacakan semakin menambah kesan yang mendalam pengunjung terhadap Mahakarya Borobudur.

Dalam paparannya, Hariadi menjelaskan sejarah Borobudur sebagai pusat kebudayaan Buddha yang berkembang pesat pada abad ke-7 hingga ke-15 Masehi. Ia menekankan bahwa Borobudur memiliki struktur unik dengan tiga tingkatan utama—Kamadhatu, Rupadhatu, dan Arupadhatu—yang menggambarkan perjalanan spiritual manusia dalam kosmologi Buddha. Meski memiliki keterkaitan dengan monumen di India, Borobudur memiliki keunikan tersendiri sebagai warisan asli Nusantara, salah satunya adalah bentuk punden berundak yang menunjukkan pengaruh budaya prasejarah Indonesia.

Hariadi menyampaikan Borobudur adalah warisan budaya asli bagi Indonesia, tak peduli latar belakang agamanya.

Sementara itu, Romo Handaka Vijjananda mengangkat topik ikonografi Borobudur dengan membandingkan bentuk-bentuk stupa utama dunia dari Myanmar, Nepal, India, Thailand, hingga Sri Lanka. Romo menegaskan bahwa Borobudur adalah Maha Stupa, dengan keseluruhan struktur candi berbentuk stupa raksasa yang terdiri dari satu stupa puncak, 72 stupa besar, dan 1.472 stupa kecil. Selain itu, ia juga menjelaskan makna filosofis relief Borobudur yang mencerminkan perjalanan spiritual manusia berdasarkan ajaran Dasabhumi serta peta karir spiritual dalam Buddhisme.

“Dengan kemegahannya yang dimiliki, sudah sepantasnya, Borobudur menjadi kebanggaan Bangsa Indonesia sebagai Mahkota Nusantara” tutur Romo Handaka. Romo juga menambahkan yang lebih penting dari mengenal Maha stupa Borobudur bukanlah mengidolakan Buddha. Tapi bagaimana bisa mengamalkan ajaran-ajaran Buddha.

Prof. Dr. Ir. Elly Tugiyanti, MP.IPU., ASEAN Eng., Kepala LPPM Unsoed, dalam sambutannya menegaskan bahwa Borobudur bukan sekadar tempat ibadah, tetapi juga cerminan kebudayaan yang sarat dengan nilai-nilai kehidupan. Sementara itu, Imam Suhardi, M.Hum., Ketua Pusat Riset Kebudayaan, Kearifan Lokal, dan Agama LPPM Unsoed, mengapresiasi kerja sama dengan Prajna Paramita Bhuana Smrti dan berharap diskusi serupa mengenai budaya dan kearifan lokal dapat terus digelar di masa mendatang.

Acara ini menjadi momentum penting dalam memperkaya pemahaman akan warisan budaya Indonesia, khususnya Borobudur, serta memperkuat persaudaraan lintas agama dan komunitas. Ke depan, diharapkan diskusi mengenai ikonografi dan budaya lokal lainnya dapat semakin digalakkan untuk memperkaya wawasan dan mempererat persatuan bangsa.

 

 

 

 

 

 

 

 

#unsoed1963#merdekamajumendunia