Transformasi tengah berlangsung di Desa Panembangan, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas. Berawal dari rekomendasi akademisi Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) seperti Prof. Dr. Sri Lestari, S.E., M.Si., Prof. Toto Agung Dwi Haryanto dan Bu Dr. Dyah Susanti, SP., MP, desa ini dipercaya sebagai lokasi pengabdian masyarakat melalui program Desa Wisata dan Peningkatan Ekonomi Kreatif yang tidak hanya menjadi wacana, tetapi langsung berdampak positif pada struktur sosial dan ekonomi masyarakat.
Menurut Sekretaris Desa Panembangan, Anggoro Agus Triyono, sebelum keterlibatan Unsoed, ekonomi kreatif di desa ini sudah berjalan tetapi masih bersifat individual dan tidak terkoordinasi. Pelaku UMKM berusaha sendiri tanpa panduan yang jelas sehingga geliat ekonomi lokal belum menunjukkan peningkatan signifikan.
“Sebelum program ini, pelaku UMKM hanya tiga sampai lima orang, berdagang seadanya tanpa strategi pemasaran atau branding. Sejak program Unsoed masuk, pola pikir masyarakat mulai berubah,” ujarnya. Melalui pelatihan intensif dari tim Unsoed, para pelaku UMKM dibekali keterampilan manajemen usaha, pemasaran digital, hingga pengemasan produk sehingga kegiatan ekonomi desa mulai terarah.
Salah satu tonggak kebangkitan ekonomi lokal adalah dibukanya alun-alun Panembangan sebagai pusat interaksi ekonomi dan sosial masyarakat yang kini setiap hari ramai dengan aktivitas jual beli. “Banyak warga mulai membuka usaha kecil, dari yang awalnya hanya ikut-ikutan kini menjadi pelaku UMKM yang konsisten,” tambah Anggoro.
Peningkatan jumlah UMKM berdampak pada pendapatan masyarakat, mengubah usaha yang awalnya hanya sampingan menjadi sumber ekonomi utama bagi beberapa keluarga. Kehadiran Unsoed juga membuka akses digital marketing bagi pelaku UMKM, memasarkan produk mereka di berbagai media sosial dan marketplace. “Dulu pemasaran hanya dari mulut ke mulut, sekarang kami sudah bisa memasarkan produk ke luar daerah, bahkan luar pulau, dan pengiriman sudah berjalan rutin,” jelasnya.
Program ini juga mendorong sektor pariwisata lokal, menjadikan Desa Panembangan dikenal dengan wisata inovatif dan edukatif, seperti Sukan River Tubing (2022), Mini Tubing (2025), dan Mandi Uap ala Kuda dengan sauna rempah, serta wisata edukasi pertanian dan perikanan untuk anak. “Mini tubing cukup viral dan ramai pengunjung, sedangkan river tubing tergantung musim karena debit air sangat dipengaruhi cuaca,” ungkapnya.
Pengembangan desa tidak selalu mudah karena pelaku UMKM terbiasa bekerja mandiri, sehingga pendekatan dilakukan secara bertahap agar dapat diterima. “Jika langsung masuk, masyarakat bisa bingung, jadi pelatihan dilakukan dari dasar hingga mahir,” jelas Anggoro.
Perkembangan ekonomi dan wisata desa juga diiringi keterbukaan masyarakat terhadap ide baru, bahkan banyak gagasan kreatif muncul dari warga. “Ide-ide baru banyak muncul dari masyarakat, langsung didiskusikan bersama hingga menjadi produk atau layanan yang layak jual, ini membuktikan kreativitas masyarakat terus tumbuh,” katanya.
Pada awal program, jumlah UMKM hanya sekitar empat unit, seperti penjual abon lele, abon nila, es krim nila, dan kerupuk duri ikan. Kini jumlahnya meningkat seiring pelatihan dan pembinaan, didukung ikon wisata seperti Warung Mbok Darwis dan tempat edukasi anak yang menjadi daya tarik desa.
Keberhasilan ini bahkan menarik perhatian masyarakat luar daerah yang datang untuk belajar dan melihat perkembangan Panembangan. Kehadiran mahasiswa dari program Mina Padi Unsoed juga turut meramaikan kegiatan pengembangan desa. “Mahasiswa sering berdiskusi, memberikan masukan, dan belajar langsung dari masyarakat, ini pengalaman baru bagi kami,” ujarnya.
Memasuki tahun kedua, pendampingan semakin intensif, dengan pelatihan manajemen wisata, pengelolaan pakan ternak, hingga pemasaran produk pertanian dan perikanan, melibatkan RT, RW, dan warga desa. “Saat pertemuan, semua hadir. Kami sampaikan bahwa Panembangan sedang menuju status desa wisata sehingga perlu dukungan bersama,” tambahnya.
Dampak lainnya adalah perubahan cara pandang masyarakat terhadap wisata, yang sebelumnya identik dengan pergi ke luar kota seperti Baturraden atau pantai, kini warga bangga desanya menjadi tujuan wisata. “Dulu kami tidak pernah berpikir desa kami bisa menjadi tempat wisata, sekarang banyak orang luar datang dan kami menyadari desa ini memiliki banyak potensi,” katanya. Panembangan juga dikenal sebagai destinasi wisata murah tanpa tiket masuk khusus, hanya biaya parkir untuk motor dan untuk mobil sudah termasuk semua fasilitas.
Terkait masa depan, Anggoro berharap pendampingan Unsoed terus berlanjut dengan masukan dan pelatihan lanjutan. Menurutnya, program ini berbeda karena melibatkan masyarakat secara aktif dengan komunikasi dua arah. “Program ini bukan hanya datang memberi materi lalu pergi, tetapi benar-benar berdiskusi, menyesuaikan dengan kebutuhan desa, dan mendampingi hingga masyarakat mandiri,” jelasnya.
Terakhir, ia menyampaikan apresiasi kepada tim Unsoed atas dedikasi dan kerja keras mereka yang mampu memberi dampak positif terhadap pembangunan desa. “Kami sangat berterima kasih, desa kami yang dulu serba terbatas kini berkembang. Harapan kami, program ini terus berlanjut, menyentuh lebih banyak aspek, dan membawa manfaat jangka panjang,” pungkasnya.
#unsoed1963#kampusberdampak