Berita, Seputar Unsoed

Refleksi Kebangkitan Nasional Membumikan Ilmu Menyalakan Bangsa

Tanggal 20 Mei bukan sekadar penanda sejarah berdirinya Budi Utomo, melainkan tonggak kesadaran kolektif akan pentingnya kebangkitan bangsa melalui pendidikan. Di masa itu, kaum terdidik tidak hanya menjadi penonton perubahan, melainkan pelopor zaman. Di sinilah perguruan tinggi memainkan peran strategis sebagai kawah candradimuka para pemimpin pemikiran, penjaga nurani bangsa, sekaligus penggerak transformasi sosial. Namun di tengah berbagai masalah yang kian kompleks seperti disrupsi digital, kesenjangan sosial, perang dagang, dan krisis iklim saat ini, insan akademik perlu bertanya bagaimana menyalakan lagi obor kebangkitan dari perguruan tinggi.

Universitas adalah benteng terakhir bagi kebudayaan suatu bangsa, yang menjadi tempat ilmu, nilai, dan masa depan dirumuskan secara kritis. Tapi realitas hari ini menunjukkan bahwa untuk  memainkan peran tersebut diperlukan berbagai cara melampaui rintangan yang tak sedikit. Di Tengah isu ritual administratif, budaya kompetisi akademik semu, dan pengajaran yang tercerabut dari kebutuhan Masyarakat, kampus dituntut terus memainkan peran ilmiahnya menyelesaikan masalah masyarakat. Untuk menjawab kebangkitan nasional masa kini Kampus dituntut melakukan tri dharma membumi.  Hal ini diharapkan hadir dalam bentuk inovasi nyata dan solusi atas persoalan publik. Perguruan tinggi mesti dituntut menjadi katalisator perubahan dengan menyinergikan riset, pengabdian, dan pendidikan dalam kerangka pembangunan berkelanjutan. Inovasi teknologi tepat guna, riset berbasis kebutuhan lokal, serta kolaborasi lintas sektor diharapkan menjadi wajah baru dari Tri Dharma Perguruan Tinggi.

Di tengah berbagai harapan tinggi dan tuntutan besar itu, lantas dari mana harus memulai?

Barangkali jawabannya tidak perlu dicari terlalu jauh. Membumikan Tri Dharma Perguruan Tinggi dapat dimulai dari ruang terkecil peran setiap insan pendidikan. Di tengah tuntutan administratif dan dinamika akademik yang cepat berubah, melaksanakan penelitian dengan sungguh-sungguh adalah bagian dari tanggung jawab etik dan ilmiah, bukan semata tuntutan kinerja. Penelitian adalah salah satu cara untuk tetap terhubung dengan denyut nadi persoalan masyarakat. Meski tidak selalu menghasilkan luaran yang instan atau memuaskan standar birokrasi, namun ketika riset mampu memberi arah baru bagi petani kecil, membantu mengatasi masalah lokal, atau memperkaya pemahaman kita terhadap fenomena sosial yang sedang berlangsung, maka letak keberdayaannya selalu ada.

Pengabdian kepada masyarakat, tentu bukan sekedar kegiatan yang berlangsung dalam rentang waktu proposal hingga laporan. Ia adalah proses panjang kesempatan untuk membangun relasi, memperkuat kepercayaan, dan berbagi peran secara setara. Tak jarang, yang perlu dibawa ke lapangan bukan teknologi canggih atau skema program yang kompleks, melainkan kesiapan untuk belajar, untuk mendengarkan, dan untuk bersama-sama mencari jalan keluar. Di titik inilah semangat berdaya dan berdampak menjadi nyata karena masyarakat tidak lagi menjadi objek, melainkan subjek perubahan itu sendiri.

Hal yang sama berlaku dalam ruang pengajaran. Mengajar, tentu bukan sekadar menyampaikan materi, namun semangat untuk membentuk manusia. Di tengah derasnya arus informasi dan percepatan teknologi, peran dosen bukan sekadar menjelaskan teori, tetapi membimbing mahasiswa untuk memahami arah dan nilai dari ilmu yang mereka pelajari. Mahasiswa hari ini tidak cukup hanya dibekali keterampilan teknis, mereka perlu diajak memahami konteks sosial, etika profesi, dan tanggung jawab sebagai warga intelektual. Nilai-nilai seperti kejujuran, kepedulian, dan keberanian mengambil keputusan adalah diantara warisan yang bisa diberikan seorang dosen kepada generasi penerus bangsa.