Pojok Cendikia

Tantangan Manajemen SDM dan Keberlanjutan Akademik di Perguruan Tinggi Bagi Pegawai P3K dosen dan tenaga kependidikan

Oleh: Dr. Lusi Suwandari M.Si

FEB UNSOED

Perubahan struktur kepegawaian di perguruan tinggi negeri belakangan ini menandai babak baru dalam manajemen sumber daya manusia akademik. Sejak diterapkannya kebijakan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) berdasarkan PP No. 49 Tahun 2018, banyak perguruan tinggi kini memiliki jumlah pegawai P3K yang cukup signifikan, baik di posisi dosen maupun tenaga kependidikan.

Kebijakan ini pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan fleksibilitas, efisiensi, dan meritokrasi dalam manajemen ASN. Namun, pada tingkat implementasi di kampus, sistem P3K menghadirkan sejumlah tantangan kelembagaan yang kompleks—baik bagi pihak perguruan tinggi sebagai institusi, maupun bagi pegawai P3K itu sendiri sebagai individu profesional dalam lingkungan akademik.

Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) menjadi salah satu contoh perguruan tinggi yang telah mengalami transformasi besar di bidang kepegawaian. Hingga 2025, tercatat lebih dari 500 pegawai berstatus P3K, terdiri atas dosen dan tenaga kependidikan non-akademik. Angka ini menunjukkan betapa cepatnya perubahan komposisi sumber daya manusia di lingkungan kampus negeri daerah.

Namun, di balik peluang fleksibilitas dan meritokrasi yang ditawarkan, muncul berbagai tantangan kelembagaan dan keberlanjutan akademik yang harus dikelola dengan serius — baik dari sisi institusi maupun dari perspektif pegawai P3K itu sendiri.

  1. Tantangan Perguruan Tinggi dalam perencanaan, pembinaan, dan pengembangan SDM yang heterogen.

Struktur kepegawaian Universitas Jendral Soedirman memiliki  dosen dan tenaga kependidikan berstatus ASN-PNS, sementara di sisi lain mulai banyak P3K dengan masa kontrak terbatas namun memegang peran strategis. Dengan sistem kontrak yang memiliki batas waktu, perguruan tinggi kesulitan menyusun peta karier jangka panjang, terutama untuk dosen muda P3K yang berpotensi unggul. Regenerasi akademik dan pengembangan jabatan fungsional menjadi sulit dirancang bila status kepegawaian tidak menjamin kesinambungan dalam jangka panjang. Tantangan lainnya adalah beban administrasi dan tata kelola SDM yang meningkat
Setiap perpanjangan kontrak P3K membutuhkan evaluasi kinerja yang detail dan dokumentatif. Hal ini menambah beban kerja birokrasi SDM kampus, yang seringkali belum memiliki sistem evaluasi kinerja berbasis data yang baik.

  1. Tantangan bagi Pegawai P3Kdalam ketidakpastian karier dan integrasi Akademik

Dari sisi pegawai, terutama dosen P3K, tantangan yang muncul tidak kalah berat. Mereka memikul tanggung jawab tridharma perguruan tinggi dengan beban kerja dan indikator kinerja yang sama seperti dosen PNS. Namun, dukungan kelembagaan dan jaminan karier sering kali berbeda. Beberapa tantangan yang banyak dirasakan oleh pegawai P3K di lingkungan kampus meliputi ketidakpastian masa depan karier akademik
karana kontrak kerja yang harus dievaluasi berkala. Meskipun berprestasi, mereka tidak selalu mendapatkan jaminan perpanjangan atau promosi jabatan yang sepadan dengan capaian akademiknya. Tantangan lainnya adalah identitas dan posisi sosial di lingkungan kerja
Walaupun sama-sama ASN, pegawai P3K sering kali merasa berada di “zona abu-abu” secara sosial maupun administratif. Mereka belum sepenuhnya diintegrasikan dalam forum akademik, pengambilan keputusan, atau kegiatan kelembagaan yang strategis. Kesenjangan tersebut bisa memengaruhi loyalitas dan keterikatan terhadap institusi.

Kehadiran P3K  di Universitas Jendral Soedirman merupakan keniscayaan dari reformasi ASN. Namun, tanpa tata kelola SDM yang kuat dan sistem karier yang berkelanjutan, kebijakan ini berpotensi menciptakan masalah di masa depan. Untuk tetap menjaga keberlanjutan ekosistem akademik agar tetap produktif, adil, dan adaptif terhadap dinamika kebijakan negara maka diperlukan pengelolaan SDM yaitu

Menuju Model Manajemen SDM Akademik yang Inklusif dan Adaptif

Beberapa langkah strategis yang dapat dipertimbangkan antara lain:

  1. Membangun sistem evaluasi kinerja yang objektif dan transparan, berbasis indikator tridharma dan capaian kinerja nyata, bukan status kepegawaian.
  2. Menyusun kebijakan pengembangan karier yang berkeadilan, termasuk akses setara terhadap riset, pelatihan, dan tugas belajar bagi dosen P3K.
  3. Membangun kultur kelembagaan yang inklusif, agar P3K tidak diperlakukan sebagai “pegawai sementara”, melainkan bagian integral dari misi akademik kampus.
  4. Mengajukan kebijakan ke pemerintah pusat, agar sistem kontrak P3K di perguruan tinggi dapat memiliki skema keberlanjutan yang selaras dengan kebutuhan akademik jangka panjang.