[unsoed.ac.id, Sel, 26/08/25] Di balik lahan tandus bekas tambang emas di Nunukan, Kalimantan Utara, muncul secercah harapan baru. Tim peneliti dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) yang dipimpin oleh Prof. Dr. Oedjijono, M.Sc., bersama para dosen dan mahasiswa, berhasil mengembangkan pupuk hayati berbasis konsorsium bakteri. Inovasi ini bukan hanya sebatas penelitian di ruang laboratorium, tetapi menjadi bukti nyata bahwa ilmu pengetahuan mampu menghadirkan kembali kehidupan di tanah yang sempat dianggap tidak berguna karena sulit ditanami.
Kisah ini bermula karena adanya permintaan dari PT. Sago Prima Utama kepada Unsoed untuk mengatasi permasalahan tanah yang asam agar bisa ditanami kembali. PT Sago Prima Utama merupakan perusahan yang mengelola tambang emas di Nunukan, Kalimantan Utara. Perusahaan ini memiliki tanggung jawab untuk mereklamasi lahan bekas tambang, berbagai upaya telah dilakukan dengan biaya yang cukup besar tetapi hasilnya belum memuaskan. Dari sinilah Unsoed kemudian dilibatkan untuk mencari solusi.
“Awalnya perusahaan mengirimkan tanah dalam jumlah besar ke sini. Mereka ingin tahu bagaimana cara mengelola tanah asam agar bisa kembali ditanami,” tutur Prof. Oedji.
Para peneliti dari Fakultas Biologi Unsoed kemudian melakukan serangkaian uji coba. Mereka menyeleksi bakteri yang mampu bertahan di tanah dengan kadar asam tinggi dan tercemar logam berat. Dari proses itu, ditemukan jenis bakteri yang tidak hanya bisa hidup, tetapi juga mampu menetralkan racun di dalam tanah. Bakteri tersebut lalu dicampur dengan kompos hingga menjadi pupuk hayati. Hasilnya, lahan yang sebelumnya hanya bisa ditumbuhi paku-pakuan perlahan berubah menjadi lebih ramah bagi berbagai jenis tanaman.
”Saya memanfaatkan suatu mikroorganisme dalam bakteri yang sudah terseleksi. Bakteri ini kemudian saya isolasi dari tanah pasir besi hingga akhirnya toleran terhadap asam. Jadilah pupuk hayati, karakteristik suatu bakteri yang bersifat sebagai bio fertilizer,” jelas Prof. Oedji.
Langkah pertama dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan inokulum, yaitu bakteri yang dicampur dengan kompos dan kemudian dipadukan dengan tanah yang bersifat asam. Tujuannya adalah agar bakteri yang diinginkan tumbuh sehingga racun pada tanah tambang menurun.
Tingkat keberhasilan dari pupuk hayati sejauh ini baru mencapai 60%, namun ini merupakan pencapaian yang cukup tinggi jika dilihat dari kondisi tanah bekas pertambangan di Kalimantan yang cukup esktrem.
“Tapi itu sudah termasuk cukup bagus menurut orang sana. Karena memang betul-betul tanah itu kalau enggak dilakukan treatment ini sangat sulit sekali untuk tumbuh,” jelas Prof Oedji.
Tidak seperti pupuk pada umumnya yang beredar di pasaran, pupuk hayati ini bukan hanya berfungsi mempercepat pertumbuhan tanaman. Lebih dari itu, ia mampu menetralkan logam berat sekaligus menurunkan tingkat keasaman tanah.
Manfaat dari adanya pupuk hayati ini nyata adanya, tanah yang awalnya kering dan gersang dengan bantuan bakteri yang diciptakan Unsoed sekarang menjadi subur dan bisa ditanami. Hal ini tentu akan membantu pemerintah dalam mereklamasi lahan, di samping itu air yang berda disekitar lokasi pun otomatis akan ikut berkurang tingkat keasamannya karena tercampur bakteri ini.
Kedepannya pupuk hayati ini diharapkan nantinya dapat menghasilkan produk bio fertilizer yang dapat digunakan di tempat lain yang memiliki kondisi tanah yang sama serta disebarluaskan kepada Masyarakat luas. Prof. Oedji mengatakan bahwa ia juga sedang mengembangkan lebih lanjut lagi penelitiannya dengan menggandeng mahasiswa untuk melakukan percobaan lebih banyak ke berbagai tanaman.
Prof. Oedji pun menyampaikan harapan besarnya kepada perusahaan-perusahaan tambang yang ada di Indonesia. “Mudah-mudahan di Indonesia terutama beberapa pulau di Kalimantan dan Sumatera itu kan banyak batu bara ya perusahaan tambang. Nantinya dapat direklamasi dan ada yang mau kerja sama untuk menyuburkan kembali tanah itu,” pesannya.
#unsoed1963
#unsoedberdampak