[unsoed.ac.id, Kam, 04/09/25] Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Jenderal Soedirman melalui Laboratorium Pertunjukan dan Seni sukses menyelenggarakan Seminar Hybrid bertajuk “Kesenian Wayang Cumplung sebagai Sarana Edukasi Pendidikan Karakter di Era Digital”, Rabu (3/9). Kegiatan berlangsung di Aula Bambang Leland FIB dan diikuti ratusan peserta baik secara luring maupun daring.
Seminar menghadirkan narasumber Mas Titut Edi Purwanto dan Eni Nur Aeni, S.S., M.A., dengan moderator Lynda Susana Fatmawaty. Keduanya menyoroti relevansi wayang cumplung, kesenian khas Banyumas, sebagai sarana edukatif yang kaya nilai moral di tengah perkembangan teknologi digital.
Dekan FIB Unsoed, Prof. Dr. Ely Trash Rahayu, S.S., M.Hum., dalam sambutannya menegaskan komitmen FIB terhadap pelestarian seni dan budaya lokal. “Sebagai institusi akademik, FIB Unsoed tidak hanya berhenti pada tataran teori, tetapi juga berperan aktif menjaga keberlanjutan budaya melalui praktik dan workshop,” ungkapnya.
Dalam materinya, Eni Nur Aeni menekankan bahwa wayang cumplung sarat kritik sosial yang bisa membuka kesadaran publik sekaligus menjadi refleksi pendidikan karakter. Sementara itu, Mas Titut Edi Purwanto menjelaskan bahwa tokoh-tokoh cumplung adalah gambaran kepandaian semu tanpa kebijaksanaan. “Wayang cumplung adalah cermin, bahwa ilmu tanpa kearifan justru melahirkan kekosongan,” jelasnya. Ia juga menampilkan pertunjukan langsung sebagai bagian dari Pawiyatan Seri ke-7.
Antusiasme peserta terlihat dari interaksi aktif selama diskusi. Akademisi, mahasiswa, seniman, hingga masyarakat umum menunjukkan ketertarikan terhadap pelestarian seni tradisional yang masih relevan hingga kini.
Moderator Lynda Susana Fatmawaty menegaskan bahwa pawiyatan ini merupakan program berkelanjutan FIB untuk membuka ruang belajar dan apresiasi terhadap seni lokal. Sementara Kepala Laboratorium Pertunjukan dan Seni, Exwan Andriyan Verrysaputro, S.Pd., M.Pd., menyampaikan harapannya agar kegiatan pelestarian seni dapat terus berjalan konsisten. “Dengan begitu, seni dan budaya Banyumas tetap hidup di tengah arus globalisasi,” ujarnya.
Seminar hybrid ini menjadi bukti bahwa tradisi mampu berdialog dengan modernitas. Wayang cumplung tidak hanya dipertontonkan, tetapi juga dihadirkan sebagai media pendidikan karakter yang kontekstual di era digital.
#unsoed1963 #merdekamajumendunia